Oleh : Muhamad Nasir (Sinar Harapan 2003)
Readmore »» MIMPI "Go International" Tukang Rumah "Knock-Down"
PALEMBANG - Rumah kayu punya ciri khas dibanding rumah batu. Oleh karena menyesuaikan perkembangan zaman, rumah kayu pun kini dibuat knock down atau bongkar-pasang, sehingga bisa didirikan di mana saja.Sayangnya, meski sudah mencoba berinovasi dengan rumah knock down, berbagai kendala membuat para tukang meranjat di Desa Tanjung Batu Seberang, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), belum mampu menembus pasar internasional.
Di daerah lain yang juga memproduksi rumah knock down seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Bali, usaha rumah jenis ini memang banyak diminati orang asing dan menjadi langganan para bintang film kelas dunia. Menurut Syarifuddin, salah seorang pengusaha rumah knock down di Tanjung Batu, dari segi ketahanan rumah made in Tanjung Batu Seberang masih di atas produk Bali. Hanya saja karena berbagai kendala seperti permodalan dan akses pasar, peluang untuk go international masih sebatas impian.Desa Tanjung Batu Seberang berjarak 65 km dari Palembang, bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Desa-desa di Kecamatan Tanjung Batu seperti Tanjung Batu, Tanjung Atap, dan sekitarnya termasuk Desa Tanjung Batu Seberang yang berpenduduk sekitar 1.500 keluarga tersebut, memang sejak lama memiliki tenaga terampil pertukangan sehingga kerap disebut tukang meranjat.
Kemahsyurannya sebagai daerah pemasok tenaga pertukangan berkualitas itu juga dikenal sampai ke Bengkulu, Jambi, dan Lampung. Seiring perkembangan zaman, walaupun sudah banyak tergeser oleh bangunan permanen, upaya untuk meneruskan kebiasaan turun-temurun ini tetap berjalan. Cerita digdayanya rumah knock down bikinan Desa Tanjung Batu Seberang memang bukan tanpa alasan.
Menurut Mang Din, demikian Syarifuddin kerap disapa, ini terbukti saat terjadinya gempa bumi di Liwa, Lampung Selatan, tahun 1990-an. ”Ada warga sedang memasang rumah di sana. Sedang asyik bekerja tiba-tiba terjadi gempa, rumah di daerah itu banyak yang rubuh atau retak-retak, sementara rumah panggung kayu yang sudah terpasang tidak rubuh,” tuturnya.Seperti lazimnya rumah-rumah adat di Pulau Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan yang memakai tiang, rumah-rumah desa di sini pun demikian. Konon, ihwal tiang yang menopang rumah itu tidak lepas dari upaya warga untuk menghindari serangan binatang buas.Dan kini, saat banjir sering melanda Tanah Air, pilihan terhadap rumah kayu bertiang mungkin perlu dipertimbangkan. Di Sumatera, terutama pedesaannya, membangun rumah bertiang juga sebagai antisipasi kalau-kalau terjadi banjir. Minimal, kalau banjir yang melanda tingginya mencapai 1-2 meter, dijamin air belum akan masuk rumah.
Sesuai dengan namanya, rumah bongkar-pasang alias knock down ini berupa rumah yang sudah terpasang, yang kemudian dapat dibongkar kembali. Untuk memudahkan pemasangan nantinya, sembari dibongkar bagian-bagian rumah seperti dinding, jendela, serta kerangka-kerangka rumah tersebut diberi tanda sesuai dengan nomor urut. Bagian-bagian rumah ini nantinya tinggal dipasang kembali begitu tiba di lokasi pemesan.
Tiga Ukuran Untuk memesan rumah ini disediakan tiga ukuran standar, yakni 5x7 meter, 7x10 meter, serta 7x12 meter. Ukuran 5x7 meter paling banyak diminati, meskipun yang paling sering dikehendaki konsumen bukan hanya ukuran tetapi bagian ornamennya.“Mereka ingin ornamen khusus yang tidak kita miliki agar penampilan rumah ini menarik,” kata Mang Din, kakek sembilan cucu yang masih terlihat awet muda ini.Untuk mengerjakan rumah ukuran 5x7 meter diperlukan 3-4 pekerja dalam dua bulan, dan tiga bulan untuk ukuran 7x10 m dan 7x12 m. Harganya Rp 1.200.000/meter, tidak termasuk bagian genting (atap), tiang, dan plafon. Harga itu sudah termasuk ongkos angkut dan pasang di tempat pemesan, tetapi harga ini hanya untuk sampai Kota Bandung dan sekitarnya. Untuk bagian dinding dan lantai, terdiri dari kayu meranti atau kayu duren yang didapat dari daerah Beringin, Muara Enim. Sementara itu, tulang (kusen) dibuat dari kayu seru dari Palembang dan dari desa-desa di sekitar Tanjung Batu. Tetapi belakangan ini pasokan bahan baku tersebut sulit didapat dan harganya melonjak. Satu kubik kayu seru berukuran panjang lebih empat meter harganya Rp 1.800.000, sedangkan di bawah empat meter Rp 1.200.000. Sementara itu, kayu duren Rp 1.200.000 dan meranti Rp 2.000.000. Selain merambah berbagai daerah di Sumatera Selatan, pangsa pasar rumah knock down juga sampai ke Medan, Lampung, Padang, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Bogor, Bandung, dan sekitarnya. Usaha rumah bongkar-pasang buatan Desa Tanjung Batu Seberang sempat merambah Spanyol beberapa tahun silam. Sayangnya, dari empat unit pesanan yang bisa dilayani hanya satu unit.“Pemasangan dilakukan orang sana (Spanyol) berdasarkan petunjuk di handycam yang sebelumnya mereka rekam. Kalau kami sendiri yang memasang, biaya menjadi tinggi karena besarnya ongkos ke sana,” jelas Mang Din.
Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya memberikan perhatian khusus kepada usaha kecil menengah (UKM) yang banyak terdapat di daerahnya. “Hanya saja saat ini baru sebatas pemberian pembinaan manajemen dan bimbingan menembus pasar. Sementara itu, untuk bantuan permodalan, masih terkendala dana,” tuturnya.Mau mencoba memiliki rumah knock down? Mungkin Anda perlu mengunjungi Desa Tanjung Batu. Sembari berwisata, apa salahnya kita sekaligus mencari bangunan yang bisa memberi nuansa baru di saat harga bahan bangunan terus melonjak. n
Copyright © Sinar Harapan 2003